Views: 58
Berantem, berkelahi, tawuran, atau sejenis adalah satu tindak kenalakan yang belakang marak terjadi. Bukan hanya orang dewasa, pelakunya juga berusia anak-anak. Apa yang mereka lakukan, merupakan hasil peniruan terhadap tindakan yang dilakukan orang yang lebih tua usianya.
Bukan hanya sekadar beranten dan selesai, tapi anak-anak juga belajar menyimpan dendam. Bahkan ada dendam yang turun temurun. Misalnya, jika kakak kelasnya di SD pernah punya masalah dengan sekolah lain, maka adik kelasnya pun sudah diajari untuk mendendam.
Bukan hanya sekolah saja yang dituduh punya tanggung jawab mengendalikan kenakalan ini. Orang-orang di rumah juga punya tanggung jawab. Malah lebih besar tanggung jawabnya. Jangan pula menganggap bahwa jika tawurannya sepulang sekolah, maka tanggung jawabnya juga ada di pihak sekolah. Salah kaprah ini harus dihentikan, dan disadarkan pada orang rumah yang suka ‘membagi’ tanggung jawabnya kepada pihak lain.
Anak, bagaimana pun wujud usil dan nakalnya, tetap saja anak. Pembentukan perilaku dan sikap anak, dimulai dari rumah. Konsep ini semua sudah paham, dan Anda sudah menyadari ini. Yang dicemaskan saat ini adalah sikap tidak peduli keluarga terhadap tumbuh kembang anak. Ada yang menganggap bahwa dirinya sudah memberi perhatian dan bertanggung jawab terhadap anak. Namun kenyataannya, ketika ia ditanya anaknya ada di mana, pergi ke mana, mereka menjawab ‘keluar’, ‘lagi sama temannya’, atau ‘nggak tau tuh, tadi nggak pamit’.
Ketiga jawaban tersebut hanya sebagian kecil dari wujud ketidak perhatian orang tua terhadap anak. Mengapa demikian? Urusan pamit-pamitan juga masuk dalam ranah rumah tangga. Kebiasaan meminta izin, jika sudah dicontohkan oleh orang tua yang tak pernah pamit ketika keluar rumah, juga menjadi bahan tiruan si anak. Anak akan sangat mudah meniru kebiasaan buruk yang ditunjukkan oleh orang tua. Ia merasa tidak bersalah sebab orang tuanya pun melakukan hal demikian.
Lantas, bagaimana caranya agar anak yang sudah terlanjur meniru kebiasaan buruk menjadi berubah baik? Ada saran sederhana yang pernah diberikan oleh ahli psikologi, yaitu dengan memberikan pengetahuan kepada anak tentang akibat meniru kebiasaan buruk, namun bukan untuk mengancam. Beda ya, sebab ada juga pernyataan yang niatnya memberikan pengetahuan tentang akibat buruk namun disertai ancaman terhadap anak. Jika anak merasa ada sesuatu yang mengancam, maka ia akan menyimpan dendam. Ia akan berusaha mempertahankan diri agar tidak terancam.
Saran lainnya adalah dengan menunjukkan bukti kepedulian orang tua terhadap anak dalam bentuk sikap keseharian. Ini sangat gampang dan mudah ditiru. Contohnya begini, dalam satu kesempatan tertentu, cobalah mengambilkan makan siang di piring, meskipun anak sudah remaja. Sesekali hal ini wajar dilakukan oleh orang tua untuk membuktikan bahwa dirinya sangat menyayangi anak, dan sampaikan bahwa inilah wujud kasih sayang orang tua kepada anak. Berapa pun usia anak, orang tua tetap akan memberikan perhatian, sehingga anak pun harus berterima kasih atas sikap ini. Anak juga wajib menjaga perasaan orang tua dengan menindakkan hal-hal positif yang mencerminkan kasih sayang orang tuanya. Tips lainnya, akan disampaikan pada tulisan yang lain. (hasca)